Wujudkan Generasi Emas Indonesia Melalui Pendidikan Karakter

WUJUDKAN GENERASI EMAS INDONESIA MELALUI PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Selfiyah Karimah – Pendidikan Geografi, 2016

 

  1. Pendahuluan

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang tak pernah bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak sengaja atau berjalan secara alamiah. Dalam hal ini, pendidikan bukanlah proses yang diorganisasi secara teratur, terencana, dan menggunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan aturan-aturan yang telah disepakati mekanisme penyelenggaraannya oleh suatu komunitas masyarakat, melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang memang telah berjalan sejak manusia itu ada. Pengertian ini merujuk pada fakta bahwa pada dasarnya manusia secara alamiah merupakan makhluk yang belajar dari peristiwa alam dan gejala-gejala kehidupan yang ada untuk mengembangkan kehidupannya.

Kedua, pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja, direncanakan, didesain, dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku, terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat. Misalnya, UU Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itulah, kata pendidikan yang berasal dari bahasa Inggris education, berasal dari bahasa Latin educare atau educere, yang artinya melatih atau menjinakkan; juga berarti menyuburkan.

Sejak zaman modern, manusia mulai menyadari bahwa dirinya adalah subyek yang bisa mengarahkan alam dan menggunakan potensi dari alam untuk mencapai tujuan. Karenanya, tujuan itu harus dilakukan dengan mengolah sumber daya manusia agar tercipta kemampuan dan keterampilan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan alam. Sejak disadarinya kemampuan manusia untuk mengeksploitasi alam yang bisa diubah untuk memudahkan kehidupannya, pendidikan menjadi kegiatan yang kemudian dianggap penting untuk menjadi bagian dari mengatur masyarakat.

Pemahaman ini membawa kita untuk lebih mudah memahami bahwa tujuan-tujuan pendidikan yang melampaui makna proses-prosesnya universalnya. Misalnya, secara umum orang memahami bahwa tujuan pendidikan adalah mengarahkan manusia agar berdaya, berpengetahuan, cerdas, serta memiliki wawasan dan keterampilan agar siap menghadapi kehidupan dengan potensi-potensinya yang telah diasah dalam proses pendidikan. Misalnya, kita sering memahami bahwa proses pendidikan itu berkaitan dengan kegiatan yang terdiri dari proses dan tujuan berikut.

  • Proses pemberdayaan, yaitu ketika pendidikan adalah proses kegiatan yang membuat manusia menjadi lebih berdaya menghadapi keadaan, dari situasi yang lemah menjadi kuat dengan dilengkapi dengan proses pemberian wawasan dan keterampilan agar hal itu membuatnya berdaya.
  • Proses pencerahan dan penyadaran yaitu ketika pendidikan merupakan proses mencerahkan manusia melalui dibukanya wawasan dengan pengetahuan, dari yang tidak tahu menjadi tahu; dari yang tidak sadar menjadi sadar, akan potensi dirinya dan lingkungannya.
  • Proses memberikan motivasi dan inspirasi, yaitu suatu upaya agar para peserta didik tergerak untuk bangkit dan berperan bukan hanya sekedar karena arahan dan paksaan, melainkan karena diinspirasi oleh apa yang dilihatnya yang memicu semangat dari dalam diri dan sesuai dengan bakat kemampuannya.
  • Proses mengubah perilaku, yaitu bahwa pendidikan memberikan nilai-nilai yang ideal yang diharapkan mengatur perilaku peserta didik. Anak-anak yang perilakunya menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang baik dan sekaligus perilaku tersebut mendukung perkembangan kepribadian yang dibutuhkan untuk memainkan peran dari ilmu dan nilai yang diperolehnya.
  1. Latar Belakang Pendidikan Karakter

Dalam dunia pendidikan, ada tiga ranah yang harus dikuasai oleh siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif berorientasi pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ranah afektif berkaitan dengan attitude, moralitas, spirit, dan karakter, sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan yang sifatnya procedural dan cenderung mekanis.

Dalam realita pembelajaran di sekolah, usaha untuk menyeimbangkan ketiga ranah tersebut memang selalu diupayakan, namun pada kenyataannya yang dominan adalah ranah kognitif kemudian psikomotorik. Akibatnya, peserta didik kaya akan kemampuan yang sifatnya hard skill namun miskin soft skill karena ranah afektif yang terabaikan. Gejala ini tampak pada output pendidikan yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, pintar, juara kelas, namun miskin kemampuan membangun relasi, bekerja sama dan cenderung egois, bahkan tertutup.

Padahal, pendidikan pada esensinya merupakan sebuah upaya dalam rangka membangun kecerdasan manusia, baik kecerdasan kognitif, afektif maupun psikomotorik. Oleh karenanya, pendidikan secara terus-menerus dibangun dan dikembangkan agar menghasilkan generasi yang unggul; unggul dalam ilmu, iman dan amal. Suatu bangsa pastinya tidak ingin menjadi bangsa yang tertinggal atau terbelakang. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk kemajuan bangsanya. Untuk menghadapi kecanggihan teknologi dan komunikasi yang terus berkembang maka perbaikan sumber daya manusia juga perlu terus diupayakan untuk membentuk manusia yang cerdas, terampil, mandiri dan berakhlak mulia.

Salah satu upaya untuk perbaikan kualitas sumber daya manusia adalah munculnya gagasan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia. Gagasan ini muncul karena proses pendidikan yang selama ini dilakukan dinilai belum sepenuhnya berhasil dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter atau bahkan bisa dikatakan pendidikan telah gagal dalam membangun karakter bangsa.

  1. Target Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter menyangkut keterkaitan dengan kebutuhan untuk membentuk karakter anak didik dan generasi sesuai dengan upaya untuk menjawab kontradiksi-kontradiksi dan masalah-masalah kemanusiaan yang mendominasi suatu masyarakat. Untuk masyarakat Indonesia, pembangunan karakter juga harus ditekankan pada upaya untuk mengatasi masalah yang belakangan sering berkembang.

Beberapa masalah yang dihadapi oleh bangsa ini antara lain sebagai berikut.

  • Kemiskinan dan keterbelakangan, suatu kondisi yang menyebabkan Negara kita kian tertinggal jauh dengan bangsa lain; yang membuat generasi kita menganggur, kurang pendidikan, dan situasi itu juga menyebabkan rusaknya moral dan krisis eksistensi diri. Kurangnya pendidikan dan kemiskinan berakibat pada tidak munculnya tenaga produktif dan tenaga kreatif yang membuat generasi memproduksi dan berkreasi. Generasi kita hanya bisa membeli, meniru, dan pasrah pada keadaan.
  • Konflik dan kekerasan atas nama klaim kebenaran palsu dan sempit yang menyebabkan sentiment antar kelompok meningkat. Budaya kekerasan juga masih sering terjadi di lingkungan pendidikan. Guru masih sering melakukan kekerasan fisik, juga banyak kekerasan psikologis dan emosional. Antara pelajar juga terjadi demikian. Kekerasan di masyarakat menular pada kekerasan dalam dunia pendidikan.
  • Dominasi budaya membodohi akibat pengaruh tayangan media, terutama budaya menonton televisi, yang pengaruhnya pada masyarakat cukup luar biasa.
  • Adanya korupsi yang meluas dan masih menggerogoti bangsa ini, yang hingga saat ini sulit sekali diberantas. Korupsi jelas merupakan gagalnya pembangunan karakter bangsa, merupakan produk dari hubungan sosial yang kontradiktif.
  • Kerusakan lingkungan alam akibat gejala alam dan ulah manusia yang belakangan menjadi masalah serius di Indonesia.
  • Ketimpangan dan penindasan yang bernuansa gender atau terpinggirkan kaum perempuan. Masalah yang ada di Indonesia adalah tatanan budaya patriarkal yang menempatkan kaum perempuan pada posisi yang terlemahkan. Bahkan, dalam pendidikan pun perempuan secara ideologis masih terdiskriminasi.

Dari kontradiksi-kontradiksi diatas, beberapa isu yang harus menjadi titik tekan dari pembangunan karakter yang cukup penting, antara lain sebagai berikut.

  • Pendidikan sosialistis, ilmiah, dan demokratis
  • Pendidikan multikultural
  • Pembentukan karakter melalui peningkatan budaya literer atau budaya baca tulis
  • Pendidikan anti korupsi
  • Pendidikan lingkungan hidup
  • Pendidikan berperspektif kesetaraan gender
  1. Sekolah Sebagai Wahana Pendidikan Karakter

Di sekolah, anak mengalami perubahan dalam tingkah lakunya. Proses perubahan tingkah laku dalam diri anak sesuai dengan nilai-nilai sosial dan kebudayaan yang tertuang dalam kurikulum. Kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh guru, salah satunya berfungsi untuk membentuk tingkah laku menuju kepribadian yang dewasa secara optimal.

Di sekolah, berlangsung proses transformasi nilai-nilai luhur melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan kata kunci dari proses transformasi nilai-nilai luhur kepada peserta didik untuk menjadi bagian dari masyarakat yang berbudaya. Funsi transformasi nilai-nilai luhur yang dilaksanakan oleh sekolah mencakup lima dimensi, yaitu:

  • Pendidikan tidak hanya mencakup pengetahuan dan keterampilan semata tetapi juga sikap, nilai, dan kepekaan pribadi.
  • Peran seleksi sosial, mencakup tidak hanya pemberian sertifikat, tetapi juga melakukan seleksi terhadap peluang kerja
  • Fungsi indoktrinasi
  • Fungsi pemeliharaan anak
  • Aktivitas masyarakat
  1. Membangun Karakter Sikap Generasi Emas

Keberadaan dan kehadiran pendidik, sebagai key actor in the lerning process, yang profesional serta memiliki karakter kuat dan cerdas merupakan suatu kebutuhan. Character building di kalangan pendidik sejak beberapa dekade terakhir ini telah menjadi perhatian yang serius berbagai bangsa di dunia, tak terkecuali Indonesia. Karena melalui pendidik yang memiliki karakter kuat dan cerdas ini akan tercipta sumberdaya manusia yang merupakan pencerminan bangsa yang berkarakter kuat dan cerdas serta bermoral luhur. Hanya dengan sumberdaya manusia yang demikianlah tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dapat berlangsung dengan wajar dan natural, karena baik pemimpin maupun yang dipimpin memiliki komitmen maupun moral yang baik untuk bersama – sama membangun tatanan kebidupan yang harmonis dan sejahtera.

UU no 14 tahun 2005 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Slamet Imam Santoso mengemukakan bahwa tujuan tiap pendidikan yag murni adalah menyusun harga diri yang kukuh dan kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat. Dibagian lain beliau juga mengemukakan bahwa pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal  mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemampuan dan batas kemampuannya, serta mempunyai kehormatan diri. Dengan demikian pembinaan watak merupakan tugas utama pendidikan.

Harapan dengan adanya pendidikan karakter yang diharapkan akan menjadi generasi emas penerus bangsa adalah :

  • Potensi kalbu atau nurani atau afektif peserta didik sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dapat dikembangkan.
  • Kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius dapat dikembangkan
  • Jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa dapat ditanamkan
  • Kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan dapat dikembangkan
  • Lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan dapat dikembangkan

 

KMP UNY

Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (KMP) UNY

You may also like...